14
Setelah kemajuan pesat itu, Ros
seperti petir di siang bolong datang kerumahku dan menginginkan semua kembali
seperti semula, Ros dan segala pesona yang menyertainya datang untuk
memperbaiki cinta kami berdua. Ros yang kukira telah mencampakkanku datang untuk
mencintaiku lagi (Pembaca mungkin pernah melihat adegan ini dalam The Notebook, Allie mengendarai mobil
mewah datang untuk Noah yang wajahnya ditelan berewok). Seperti roller coaster, aku terkejut dan bahagia
sekali, seorang dukun terhebat sedunia sedang mengguna-gunai Ros, Lis lewat
mimpi menghatui Ros agar kembali ke pelukan adik kecilnya. “Aku hanya butuh
waktu untuk sendiri, kenyataanya aku selalu merindukan masa-masa itu, kau pasti
sangat membenciku, kuharap kau belum punya yang baru, Fitri (teman Ros) malam
minggu kemarin kencan dengan seseorang, belum ada satu bulan dia pisah dari
Danang, aku masih belum terima jika itu kau, maafkan aku, aku akan berubah,
saat kau marah besar dan menuduhku menghindar darimu, itu tidak benar, tapi aku
mungkin sudah keterlaluan karena kita jarang sekali bertemu waktu itu, kuharap
kita masih bisa kembali seperti semula” kata Ros. Tak lama kemudain kami mulai
akrab lagi, aku menatap matanya dalam-dalam, mengelus pundak Ros dan seterusnya.
Aku hanya bercanda, tentu saja itu
tidak terjadi. Yang sebenarnya terjadi adalah dewa orientasi sexual sedang
memulai eksperimenya padaku. Pertama-tama, hormon tetosteronku dibuat berkurang
drastis, rangsangan-rangsangan dalam bentuk apapun tak cukup kokoh untuk
membuat jantungku berdebar. Kreatifitasku untuk sumber daya peragaan Le Reve
luntur: bentuk, warna, posisi dan adegan terasa hambar dan kurang menggoda.
Kelebihan tertentu dari wanita-wanita yang pernah kukenal menjadi sangat tak
berarti, idealitasku mengenai wanita raib bersama Ros.
Misalnya, aku dulu menggemari Dina karena dia memiliki lesung pipi yang
imut-imut, setelah kucoba mengingat dan menggabung-gabungkan— Ros memiliki
lesung pipi imut-imut— alih-alih
bermain imajinasi akannya, aku masih lebih senang melanjutkan pekerjaanku, apapun itu selama aku asik
sendiri.
Intinya—aku sedang mencoba mengatakan sesuatu—ada perasaan trenyuh dan pasrah. Sesuatu
yang mengganjal dalam dadaku telah hilang, dan belakangan kusadari bahwa itu
adalah hasrat tertentu dalam diriku, lebih dari sekedar dorongan dan motivasi,
lenyap bagai hantu. Kurasa, aku
merasa yakin, petah hati yang begitu menyakitkan telah melahirkan sebuah
dinding besar yang menghambat kerinduan-kerinduan, kobaran-kobaran,
tindakan-tindakan manapun yang normalnya timbul dalam tubuhku.
0 critic:
Posting Komentar